BeritaSultra.id : KENDARI – Kepala Syahbandar Molawe diduga berkonspirasi dengan PT. Dwimitra Multiguna Sejahtera (DMS).
Pasalnya, dalam tahap opersasi terminal khusus (Tersus) perusahaan tersebut, secara terang pihak Syahbandar terus memberikan legitimasi, baik dalam olah gerak maupun dalam penerbitan Surat Izin Berlayar (SIB).
Untuk itu, Korps Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (Komando) bakal mengadukan Kepala Syahbandar Molawe ke Dirjen Perhubungan Laut (Perhubla).
Presidium Komando Sultra, Arbawan mengatakan, bahwa Tarsus milik PT. DMS diduga dibangun dalam kawasan hutan lindung.
Menurutnya, pembangunan Tersus tersebut merupakan kegiatan yang dilegitimasi oleh pihak Syahbandar Molawe secara institusi.
“Selama tahap pembangunan, Tersus itu pasti melibatkan Syahbandar, apalagi dalam tahap operasi” ujar Arbawan, Sabtu (28/11/2020).
Alumni Fakultas Kehutanan itu menjelaskan, bahwa teknis dalam tahap pembangunan Tersus/TUKS secara konstitusional telah di atur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) Nomor 20 tahun 2017, tentang terminal khusus dan terminal kepentingan sendiri.
“Dalam tahap pembangunan Tersus/TUKS telah di atur dalam PM 20 tahun 2017, tapi semua persyaratan kami duga dilakukan dengan memalsukan persyaratan teknis tapi tidak dijalankan,” terangnya.
Ketua Bidang PAO HMI Kendari itu juga menduga ada konspirasi antara pihak PT. DMS dengan Syahbandar Molawe.
“Kami duga ini ada konspirasi. Kenapa demikian, Tersus milik PT. DMS itu selain berada dalam kawasan hutan lindung, mereka juga tak punya fasilitas yang diwajibkan secara konstitusional. Tapi Syahbandar masih legitimasi itu,” ungkapnya.
Dia juga menjelaskan, bahwa pihaknya bakal mengadukan Syahbandar Molawe ke Dirjen Perhubla atas dugaan pelanggaran PM 20, dan UU Pelayaran. Sedangkan PT. DMS akan dilaporkan ke Dirjen KLHK.
“Ya, kami pasti laporkan ini di Dirjen, tunggu saja. Mungkin Kepala Syahbandar merasa hebat dan percaya diri, serta perusahaannya merasa di backup, tapi yang namanya pelanggaran hukum harus diadili,” tegasnya.
Reporter: Ray
Editor: Deska